Minggu, 30 November 2014

USAHA JASA PRAMUWISATA



Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, keduanya mencantumkan bahwa jasa pramuwisata merupakan salah satu bentuk usaha pariwisata di Indonesia, serta di dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor: PM.92/HK.501/MKP/2010 yang disebut sebagai Usaha Jasa Pramuwisata (UJP).

FUNGSI DAN KEDUDUKAN USAHA JASA PRAMUWISATA

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor: 67 (1996) Paragraf (3) Pasal (20) yang menjelaskan sebagai berikut; 
 
(1) Kegiatan usaha jasa pramuwisata meliputi penyediaan tenaga pramuwisata dan atau mengkoordinasikan tenaga pramuwisata lepas untuk memenuhi kebutuhan wisatawan secara perorangan atau kebutuhan Biro Perjalanan Wisata.
  
(2) Kegiatan mengkoordinasikan tenaga pramuwisata lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat dilakukan apabila persediaan tenaga pramuwisata yang dimiliki badan usaha jasa pramuwisata tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan yang ada.

(3) Pengkoordinasian tenaga pramuwisata lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan persyaratan profesionalisme tenaga pramuwisata yang bersangkutan. 

Berikutnya, Pasal (21) berbunyi: Badan usaha jasa pramuwisata wajib: (a) mempekerjakan tenaga pramuwisata yang telah memenuhi persyaratan keterampilan yang berlaku; dan (b) secara terus menerus melakukan upaya peningkatan keterampilan tenaga pramuwisata yang bersangkutan.
 
Pemahaman terhadap batasan diatas bahwa; Usaha Jasa Pramuwisata (UJP) merupakan suatu badan usaha berbadan hukum. Yang produk usahanya berupa jasa pramuwisata. 

Diperkuat Peraturan Menteri (2010) yang menyatakan bahwa; “pengusaha pariwisata yang selanjutnya disebut dengan pengusaha adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pariwisata bidang jasa pramuwisata” 

Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di atas, seorang Pramuwisata terlebih dahulu direkrut oleh Usaha Jasa Pramuwisata (UJP) lalu ditempatkan, baik pemasaran langsung kepada wisatawan atau pun kepada biro perjalanan wisata dan pengguna jasa lainnya.

Jelas, hubungan sistem industrial menunjukkan UJP menjadi sentra distribusi jasa Pramuwisata terhadap konsumen atau pengguna jasa Pramuwisata lainnya.

Antara Pramuwisata dan UJP terjadi hubungan kerja. Dimana UJP menjadi pemberi kerja dan Pramuwisata sebagai penerima kerja. Artinya, UJP merupakan badan usaha yang berkegiatan mengadakan dan mengoordinasikan jasa Pramuwisata dengan pihak-pihak lainnya (Penyalur Tunggal).

Setiap Pramuwisata yang telah memiliki sertifikat pelatihan dan atau Pramuwisata yang telah direkrut oleh UJP, memiliki kewajiban mendaftarkan dirinya pada organisasi profesi, dalam hal ini termasuk Pramuwisata lepas (freelancer).

Dimana organisasi profesi (HPI) merupakan wadah yang bersifat mandiri dan non-profit, bukan badan usaha yang mengambil keuntungan dari kegiatannya. 

REALISASI 

Hingga saat ini, Provinsi Sumatera Utara belum mempunyai usaha jasa pramuwisata. Badan usaha yang berkegiatan mengelola para pramuwisata. Akibatnya, para Pemandu Wisata alias Pramuwisata menjajakan jasa secara individu dan terpisah-pisah. Baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota maupun di kawasan daya tarik wisata.
 
Hanya ada segelintir Pramuwisata yang bekerja rangkap menjadi pegawai pada Biro Perjalanan Wisata (BPW) dan yang lainnya menyebut dirinya freelancer. Mereka bernaung di dalam organisasi profesi yang disebut Himpunan Pramuwisata Indonesia disingkat HPI.

Organisasi profesi ini pun belum menampung seluruhnya para Pramuwisata yang ada. Masih banyak yang di lapangan kerja dengan latar belakang kompetensi yang tidak jelas mengaku sebagai pramuwisata, alias Pemandu Wisata liar.

Fenomena yang menggambarkan bahwa; para pramuwisata hanya bernaung pada organisasi profesi saja. Atau menjadi individu pengusaha atas namanya sendiri, seperti yang sedang berlangsung saat ini. Bahkan praktek ini sudah berlangsung lama. Fenomena ini dapat merugikan individu para Pramuwisata terhadap perundangan yang berlaku (subyek hukum).*****

Referensi:
Peraturan Menteri nomor: PM.92/HK.501/MKP/2010


PELAYANAN PRIMA



Persaingan bisnis di dalam industri jasa pariwisata semakin ketat dan menuntut kualitas pelayanan yang kompetitif, baik semasa pra-pembelian mau pun hingga setelah pembelian. Diyakini bahwa kunci sukses dalam memenangkan persaingan tersebut dengan memberikan pelayanan prima. 

Para wisatawan merupakan konsumen akhir pada suatu pelayanan kegiatan wisata, sebagai pihak yang menggunakan dan menikmati jasa yang ditawarkan. Pada umumnya, jasa yang dibeli oleh wisatawan berbentuk suatu paket wisata. 

Keberhasilan pengoperasian suatu paket wisata pun tidak terlepas dari kualitas pelayanan para Pramuwisata. Sesuai dengan fungsi dan tugas pramuwisata seyogyanya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan layanan sesuai harapan pengguna jasa serta tercapainya kepuasan para wisatawan. 

KONSEP PELAYANAN PRIMA 

Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah “excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku dan atau yang dimiliki pihak pemberi layanan. Serta memenuhi kebutuhan si penerima layanan. 

Secara umum, pelayanan prima merupakan proses kegiatan sistem industri yang bertujuan mewujudkan standar kualitas pelayanan, produk, dan pengelolaan. Dimana sistem bergerak harmonis menuju pemenuhan harapan dari wisatawan. Jelas, bahwa pelayanan prima mempunyai tujuan akhir adalah dengan segala bentuk upaya untuk memberikan kepuasan kepada wisatawan. 

KONSEP KUALITAS LAYANAN 

Konsep kualitas layanan pada dasarnya adalah suatu standar kualitas yang harus dipahami di dalam memberikan pelayanan yang sebenarnya. Tetapi harus disesuaikan dengan suatu standar yang layak dan prosesnya merupakan continue quality improvement (proses yang berkelanjutan). 

Sehingga menjadi suatu kondisi yang sehat untuk tujuan atau pemakaian, memiliki keselarasan dengan spesifikasi, kebebasan dengan segala kekurangannya, membentuk kepuasan pengguna jasa, memiliki kredibilitas yang tinggi dan merupakan kebanggaan. 

KONSEP KEPUASAN 

Menurut Keagen dalam buku karya Tjiptono (2004:24) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua hal yaitu keluhan dan harapan pelanggan terhadap jasa yang diterima. Apabila menerima perlakuan yang baik, sesuai dan memuaskan, pelanggan akan merasa terpenuhi harapannya, ditandai dengan adanya perasaan senang. Sedangkan apabila penerimaan perlakuan yang kurang baik, tidak sesuai, memberi kesan negative dan tidak memuaskan, dianggap bahwa pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan, yang menyebabkan pelanggan mengeluh, keluhan tersebut menandakan bahwa pelanggan merasa kecewa. 

Engel (1990:23) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap hasil suatu jasa dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa amat puas atau senang. Dalam kaitan itu, maka factor kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menjadi elemen penting dalam memberikan atau menambah nilai bagi pelanggan. 

Menurut Parasuraman bahwa kepuasan sangat bersifat subjektif yang dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti; 1) Komunikasi dari mulut ke mulut, 2) Kebutuhan Pribadi, 3) Pengalaman pada masa lalu, 4) Komunikasi eksternal. Keempat faktor tersebut menentukan seberapa besar harapan wisatawan terhadap pelayanan yang mesti diterima nantinya selama berkegiatan wisata. 

Selanjutnya, penilaian atau evaluasi wisatawan atas pelayanan yang diterimanya selama kegiatan wisata, sangat ditentukan oleh daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), bukti fisik (tangible), empati (empathy), dan kehandalan (reliability). Dimana keseluruhan aspek tersebut akan menentukan tingkat kepuasan, bila diperbandingkan dengan harapan wisatawan. 

Kesenjangan (gap) antara harapan wisatawan dengan kenyataan pelayanan yang diterimanya menunjukkan tingkat kepuasan wisatawan, yakni melalui rasa senang atau gembira (puas), dan rasa kecewa atau pun mengeluh atas pelayanan yang diterimanya (tidak puas). 

Untuk mempermudah pemahamam terhadap tingkat kepuasan wisatawan (Y) yang diperbandingkan antara harapan (E=Expected Services) dan kenyataan pelayanan yang diterimanya (R=Received Services), secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut;
 


Y = R/E

Dimana:
Y = tingkat kepuasan

R = layanan yang diterima

E = layanan yang diharapkan


Jika Y = 1, memberikan makna bahwa layanan yang diterima sesuai dengan harapan wisatawan. Jika Y>1, bermakna sangat puas, dan sebaliknya jika Y<1, bermakna layanan yang diterima tidak memuaskan atau tidak memenuhi harapan wisatawan 

PENERAPAN PELAYANAN PRIMA 

Di dalam mewujudkan pelayanan prima seorang pramuwisata berkewajiban memiliki kemampuan untuk menerapkan unsur-unsur pelayanan yang memberikan tingkat kepuasan yang prima bagi wisatawan, yang ditunjukkan melalui; 

Daya Tanggap (Responsiveness), berupa kemampuan memberikan berbagai penjelasan dengan bijaksana, mendetail, sesuai bentuk-bentuk pelayanannya. Mengarahkan wisatawan yang dilayani untuk menyiapkan, melaksanakan, dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi. Memberikan pembinaan dan membujuk wisatawan yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap bertentangan, berlawanan, atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Jaminan (Assurance), kemampuan yang meyakinkan wisatawan melalui perilaku (personality behavior) dan pemberian pelayanan yang baik, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh wisatawan, bahwa dia akan dilayani dengan baik, lancar, oleh orang yang tepat dan berkualitas sesuai dengan integritas kerja, etos kerja, dan budaya kerja pelayanan yang dimiliki, serta diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan (performance). 

Bukti Fisik (Tangible), merupakan kemampuan menunjukkan prestasi kerja secara efisien dan efektif. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan, dan dedikasi kerja. 

Empati (Empathy), kemampuan menunjukkan perhatian dan keseriusan terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan, sehingga wisatawan mempunyai kesan bahwa pramuwisata menyikapi pelayanan yang diinginkannya, dan merasa menjadi orang penting. Menunjukkan rasa simpatik, pengertian yang mendalam, dan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga wisatawan merasa tertolong menghadapi berbagai kesulitan pelayanan yang diterimanya. 

Kehandalan (Reliability), kemampuan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan pengalaman kerja yang dimiliki, sehingga wisatawan dapat mengetahui serta merasakan setiap pekerjaan dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas sesuai dengan pengalaman pramuwisata. 

Uraian di atas menjadi unsur-unsur yang semestinya terkandung di dalam layanan para pramuwisata. Bila layanan pramuwisata telah mengandung keseluruhan unsur di atas, diyakini akan dapat memenuhi harapan yang memberikan kepuasan kepada wisatawan atas pelayanan yang diterima oleh wisatawan itu. Maka pencapaian “zero complaint” atau “service excellent” atas pelayanan dari suatu kegiatan wisata pun diyakini akan terpenuhi.*****


Referensi:
Diktat Pelatihan Experienced Ecotourism Tour Guide (ILO)

Sabtu, 29 November 2014

BURUNG CENDRAWASIH

Burung Cendrawasih banyak ditemukan di Indonesia Timur, di pulau-pulau Selat Torres, Papua Nugini, dan Australia Timur. Mereka merupakan anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes. Burung anggota keluarga ini dikenal karena bulu burung jantan pada banyak jenisnya, memiliki terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit, yang tumbuh dari paruh, sayap atau kepalanya. Burung Cendrawasih dikenal sebagai burung pengicau. 

Salah satu contoh dari jenis burung Cendrawasih endemik Indonesia, yakni ; Cendrawasih Merah yang hanya ditemukan dihutan dataran rendah pada Pulau Waigeo dan Batanta di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Irian Jaya Barat (Papua). 

Cendrawasih Merah yang nama latinnya Paradisaea rubra adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekita 33 cm, dari marga Paradisaea.Burung ini berwarna kuning dan coklat, dan berparuh kuning.
CpZ Paradisaea rubra 00.jpg 
Burung jantan dewasa berukuran sekitar 72 cm yang termasuk bulu-bulu hiasan berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian sisi perutnya, bulu muka berwarna hijau zamrud gelap dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. 

Pakan burung Cendrawasih Merah terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.

Berdasarkan kerusakan dan hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, Cendrawasih Merah dievaluasikan sebagai beresiko hampir terancam punah.

Keputusan Dirjen Pariwisata nomor : Kep.07/K/III/90, tentang lencana Pramuwisata dan Pengatur Wisata, memutuskan melalui pertimbangan bahwa; Burung cendrawasih yang mempunyai ciri khas dan mencerminkan sebagai salah satu kekayaan fauna Indonesia, dipandang dapat digunakan sebagai lencana bagi Pramuwisata dan Pengatur Wisata***** 

Referensi:
1)http://en.wikipedia.org/wiki/Tourism_in_Indonesia
2)http://id.wikipedia.org/wiki/Cenderawasih_Merah,                                                                                                  
3)Keputusan Dirjen Pariwisata nomor: Kep.07/K/III/90, tentang Lencana Pramuwisata dan Pengatur Wisata,
4) Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.82/PW.102/MPPT-88 (1988),
5) AD/ART HPI (dpdhpijakarta.wordpress.com)